planet_kita

Suatu Saat di Pojok Alam Semesta...

03 Juli 2008

Giovanni Domenico Cassini, Diabadikan di Benda Langit dan Wahana Antariksa

Salah satu proyek peluncuran wahana antariksa yang paling ambisius dalam sejarah adalah misi Cassini / Huygens ke Saturnus. Selain dikarenakan menelan anggaran yang besar,lebih dari 30 trilyun rupiah, juga dilihat dari kompleksitas misi yang diemban kedua wahana.

Satelit Huygens (yang diambil dari nama astronom Christiaan Huygens) telah mendarat di Titan,satelit terbesar Saturnus, yang sering diumpamakan sebagai model Bumi pada usia awalnya.

Kesuksesan pendaratan Huygens pada 14 Januari 2005 lalu,tidak bisa dilepaskan dari optimalnya fungsi wahana induk yaitu Cassini yang akan menyelesaikan tugasnya mengorbit Saturnus dan mempelajari fenomena alam di Sistem Saturnus pada paruh 2008. Sama seperti penamaan satelit Huygens, nama satelit Cassini yang berharga sekitar 15 trilyun rupiah diambil dari nama astronom Italia-Perancis yaitu Giovanni Domenico Cassini, yang juga merupakan sejawat Huygens.


Penemuan

Cassini lahir pada 8 Juni 1625 di Perinaldo, Genoa, kota kecil dekat Perancis. Ia menyelesaikan pendidikan matematika dan astronomi di sekolah gereja dan menjadi astronom di Panzano Observatory, dari tahun 1648 – 1669. Saat yang sama menjadi profesor astronomi dan matematika di Bologna. Sebenarnya Cassini lebih tertarik mendalami astrologi dibandingkan dengan astronomi.

Pada masa ini, Cassini berhasil menghitung kemiringan sumbu rotasi Bumi terhadap bidang orbitnya sebesar 23 derajat 29 menit. Proyek lainnya adalah meneliti refraksi cahaya Matahari, mengembangkan teori keplanetan dan mengamati komet pada tahun 1664 dan 1668.

Pada 1665 Cassini berhasil menentukan periode rotasi Yupiter sebesar 9 jam 56 menit dan periode rotasi Mars yaitu 24 jam 40 menit. Periode Rotasi Yupiter didasarkan pengamatan terhadap Bintik Merah Besar, yang ditemukan Robert Hooke (1635-1703) di tahun 1664. Sedangkan periode rotasi Mars didasarkan atas pengamatan perubahan penampakan permukaan Mars, seperti kemunculan Syrtis Major ( di bujur 270 derajat ) yang sebelumnya ditemukan Huygens di tahun 1659 dan penemuan tudung es di kutub Mars. Cassini juga mengamati fase perubahan Venus di tahun 1665. Pengamatan yang teliti atas atmosfer Yupiter diperoleh penemuan bahwa Yupiter berotasi secara diferensial, yaitu periode rotasi atmosfer Yupiter berbeda-beda sesuai jaraknya dari ekuator.

Pada April 1669 Cassini pergi ke kerajaan Perancis. Bertemu dengan raja Louis XIV dan diminta bekerja sama dengan Akademi Ilmu Pengetahuan perancis Academie Royale des Sciences. Ia diserahi proyek merancang sebuah observatorium di Paris yang diberi nama Observatorium Paris. Di observatorium inilah ia menjabat direktur pertama kali hingga akhir hayatnya .

Bersama Christiaan Huygens dilakukan berbagai proyek penelitian melalui teleskop refraktor sepanjang 40 m. Betah di Perancis, pada 1673 Cassini resmi menjadi warga negara Perancis. Nama depannya “di-perancis-kan” menjadi Jean Dominique. Di tahun ini pula, Cassini menikah dengan perempuan Perancis. Selama di Perancis, ia melakukan banyak sekali pengamatan komet pada tahun 1672, 1677, 1698, 1699, dua buah komet di tahun 1702, 1706 dan 1707.

Bertempat di Observatorium Paris, Cassini melakukan pengamatan simultan dengan Jean Richer (1630-96) yang berada di Observatorium Cayenne, Amerika Selatan menghitung jarak Mars ketika oposisi (kedudukan planet saat sudut elongasinya 180 derajat ) pada 1672. Hasil perhitungannya dipergunakan untuk menentukan skala Tata Surya yaitu jarak antara Bumi-Matahari, yang di kenal sebagai satu satuan astronomi ( 1 SA ) atau 150 juta km. Perhitungan Cassini ternyata lebih pendek 7 persen dari 1 SA.

Penentuan berapa besar sebenarnya 1 SA sangat penting, terlebih pada masa itu. Dengan mengetahui secara tepat besarnya 1 SA maka manusia bisa mengetahui luas yang sebenarnya dari Tata Surya. Hingga kini-pun para astronom masih berupaya untuk menentukan dengan tepat 1 SA, salah satunya melalui transit planet.

Cassini memperbaiki perhitungan gerak satelit Yupiter, dan menemukan pengaruh terhadap pembelokan cahaya. Sebagai contoh ketika terjadi okultasi satelit Yupiter, yaitu ketika satelit tersebut berada di seberang Yupiter dari arah pengamat, maka periode rotasi menjadi lebih lama dari yang sebenarnya. Pekerjaan ini dipergunakan untuk menghitung kecepatan cahaya di tahun 1675.

Cassini berhasil menemukan 4 satelit Saturnus yaitu Iapetus (1671), Rhea (1672), Tethys (1684), dan Dione (1684). Tahun 1675, Cassini mengamati bahwa cincin Saturnus ternyata dipisahkan oleh sebuah celah. Kemudian hari celah selebar 4.700 km dinamakan Divisi Cassini. Dengan penemuan ini, Cassini berpendapat bahwa cincin Saturnus tersusun atas banyak partikel kecil.

Di tahun 1683, Cassini menemukan “cahaya zodiak”, yaitu cahaya yang terbentuk sebagai pantulan debu dan partikel di sekitar bidang ekliptika. Pendapat ini mengoreksi anggapan bahwa cahaya zodiak merupakan awan atau aura dari partikel di sekitar Matahari. Paska 1683 ia bergabung dalam pengukuran Bumi yang dipimpin Jean Picard. Pada 1692 ia memublikasikan peta Bulan yang dibuat lebih detail.
Dengan banyak penemuan di atas, satu lagi keistimewaan Cassini yang sulit tertandingi adalah menciptakan generasi astronom. Mulai dari putranya Jaques Cassini (Cassini II, 1677-1756), lalu cucu laki-lakinya César François Cassini (Cassini III, 1714-84) dan buyut laki-lakinya Jean Dominique Cassini (Cassini IV, 1748-1845) menjadi direktur Observatorium Paris.

Penemuan terakhir Cassini sebelum buta pada 1711 yaitu nebula yang berada di antara Canis Major dan Canis Minor.

Penghargaan

Sepanjang lebih dari 50 tahun, G.D. Cassini (atau Cassini I) mengabdikan hidupnya untuk ilmu pengetahuan. Ia dikenal pula sebagai insinyur karena mengembangkan berbagai teknik pengamatan dalam astronomi.

Sudah sepatutnyalah masyarakat astronomi internasional memberikan penghargaan dengan diwujudkan mencantumkan namanya sebagai nama kawah di Bulan berdiameter 56 km pada posisi 40,2 derajat lintang utara dan 4,6 derajat bujur timur di tahun 1935. Nama kawah di Mars berdiameter 412 km di posisi 23,8 lintang utara dan 328,2 derajat bujur barat di tahun 1973. Nama daerah di Iapetus, satelit Saturnus yang ditemukannya, di tahun 1982, pada posisi 28,1 derajat lintang selatan dan 92,6 derjat bujur barat. Nama asteroid yang ditemukan C.W. Juels di Observatorium Hills pada 9 November 1999 yang sebelumnya berkode 1999 VA9. Jauh hari sebelumnya asteroid ini ditemukan dengan kode been 1926 XH, 1926 YB, 1986 RS16 dan 1986 TM15. Nama wahana induk dalam misi Cassini/Huygens dan nama celah di cincin Saturnus.

Cassini meninggal di Paris pada September 1712 dalam usia 88 tahun.

Label: ,

Clyde W. Tombaugh : Penemu Pluto (yang Ternyata hanya Planet Kerdil)

Sore itu,18 Februari 1930, seorang pemuda di usia ke-24 merapikan bajunya. Lalu, berjalan mantap menyusuri lorong menuju ruang direktur Observatorium Lowell di Flagstaff, Arizona, tempatnya bekerja (sambil belajar). Setelah mengetuk pintu dan membukanya, ehem…dengan suara mantap, ia berujar,” Tuan, saya telah menemukan planet yang anda cari selama ini “.
Hari itu menjadi hari yang bersejarah. Bagaimana tidak, Pluto --demikian nama yang diberikan ke obyek langit yang baru ditemukan dan dikukuhkan sebagai planet ke 9 beberapa minggu setelahnya, merupakan klimaks pencarian planet “X” (planet yang belum diketahui) yang telah berlangsung lama.
Puluhan tahun kemudian, pada 1992 NASA mengirim surat untuk meminta ijin Clyde W. Tombaugh,si pemuda itu, untuk mengunjungi planetnya.Tombaugh terharu mendengar permintaan ini. Ia merasa bahwa jerih payahnya selama ini dalam meneliti Pluto, mendapat pengakuan sebagai orang yang seharusnya. Pluto Express wahana antariksa yang ditujukan untuk misi tersebut direncanakan diluncurkan tahun 2003.Sayangnya, Tombaugh meninggal dunia pada 17 Januari 1997 dalam usia hampir 91 tahun. Apalagi Pluto Express batal diluncurkan.
Sebagai gantinya, pada pertengahan Januari 2006, wahana antariksa New Horizons diluncurkan mengemban misi seperti yang diemban Pluto Express. Misi New Horizons sangat penting dikarenakan banyaknya informasi yang belum diketahui mengenai Pluto dan perdebatan yang menyertainya seputar status keplanetannya.
Perdebatan ini tuntas sudah pada 24 Agustus lalu dimana otoritas tertinggi astronomi yaitu International Astronomical Union (IAU) dalam pertemuannya lebih dari sepekan di Praha,Ceko, telah menetapkan Pluto “hanya” sebagai planet kerdil / katai (dwarf planet),sebuah klasifikasi baru anggota Tata Surya. Seandainya Tombaugh masih hidup,entah bagaimana perasaannya.Yang pasti janda Tombaugh menyatakan kekecewaannya.

Pencarian Planet X
Tombaugh lahir 4 Februari 1906 di daerah pertanian dekat Streator, Illionis, kemudian pindah di Burdett,Kansas, AS.Sejak remaja, ia telah memperlihatkan minat yang besar atas astronomi. Ayahnya membelikannya teleskop kecil model Sears Roebuck berdiameter 2 1/4-inchi. Selain menggunakan teleskop itu, Tombaugh juga mengotak-atiknya.
Teleskop lebih besar berdiameter 9 inchi ia peroleh. Dengan teleskop ini,ia melakukan pengamatan Yupiter dan Mars lantas mengirimkan hasil pengamatannya ke Observatorium Lowell. Harapannya, ia akan mendapatkan masukan dari para astronom profesional atas hasil kerjanya tersebut.
Pihak observatorium menyambut hangat hasil penelitian dan menilainya sebagai seorang astronom amatir yang bagus. Bukan hanya masukan atas hasil kerjanya, tetapi juga tawaran kerja untuk mengoperasikan teleskop fotografik baru.
Pada 1929 Tombaugh bergabung sebagai astronom yunior untuk proyek pencarian planet “X” yang berada di luar orbit Neptunus. Adapun planet X sendiri muncul ketika astronom menghitung orbit Uranus (ditemukan William Herchel dan ditetapkan pada 26 April 1781) dan menemukan ternyata orbit Uranus mengalami gangguan.

Setelah Neptunus ditemukan oleh J.F Encke dan H.L d’Arrest di Observatorium Berlin pada Agustus 1846 dimana sebelumnya diramalkan oleh J.C Adams dan J.J Le Verrier pada 1845, orbit Uranus bisa diramalkan dalam dengan lebih teliti.
Namun penemuan Neptunus tidak menjawan tuntas adanya gangguan pada orbit Uranus. Muncullah pemikiran kemungkinan adanya planet lain di luar orbit Neptunus yang kemudian diberinama planet X.

Astronom William Pickering dan Percival Lowell memulai pencarian serius planet itu pada 1905 selama empat tahun. Pencarian ini tidak berhasil karena mereka tidak menghitung secara cermat orbit Neptunus.

Pencarian diteruskan dengan cara lain yaitu survei langit secara topografik.dan tidak berhasil hingga Lowell meninggal di tahun 1916.Pickering meneruskan pencarian planet X ini yang kemudian ia beri nama sebagai planet O. Dan tidak menemukan hasil hingga tahun 1929. Ironisnya, tanpa disadari sebenarnya Pickering telah memotret planet tersebut sebanyak 4 kali!.

Menemukan Pluto
Melalui teleskop fotografik berdiameter 33 cm di atas,Tombaugh meneruskan upaya Lowell dan Pickering. Di tahun 1929, sama seperti Pickering, Tombaugh berhasil memotret planet yang dicari. Sayangnya ia tidak berhasil mengenalinya sebagai planet dan menganggapnya sebagai bintang bercahaya lemah.
Beruntung ada sebuah mesin yang bisa memroyeksikan pelat fotografik yaitu blink comparator. Melalui mesin ini pelat-pelat fotografik hasil pemotretan suatu daerah langit dalam interval beberapa hari bisa dianalisis untuk diketahui apakah ada obyek (yang terekam sebagai titik) bergerak yang akan tampak timbul hilang dari dua pelat fotografik.
Pada malam hari tanggal 23 dan 29 Januari 1930,Tombaugh memotret daerah langit dekat rasi Gemini (sekitar bintang Delta Geminorum). Sore hari tanggal 18 Februari dua pelat itu dibandingkan melalui blink-comparator.Ternyata ada titik timbul hilang. Nah, inilah Planet yang dicari !
Dari dua pelat fotografik tersebut,titik-titik bintang akan berposisi tetap,sedangkan obyek lain seperti planet ataupun komet akan berpindah.
Planet itu kemudian diberi nama Pluto,yang dalam mitologi Yunani merupakan Dewa penguasa dunia kegelapan, baru diumumkan tanggal 13 Maret 1930.Penemuan Pluto menimbulkan antusiasme di masyarakat. Bahkan tokoh kartun ciptaan Walt Disney, yaitu anjing piaraan Mickey Mouse-pun diberi nama Pluto.
Lambang Pluto adalah PL diambil dari nama depan Percivall Lowell sebagai penghargaan pada astronom yang menjadi pioneer pencarian planet X tersebut.

Kontroversi
Alih-alih akan menjelaskan gangguan orbit Uranus (dan Neptunus) ternyata penemuan Pluto dan penglasifikasiannya sebagai planet menimbulkan kontroversi ketika 20 tahun kemudian Gerard P. Kuiper menemukan obyek di luar obyek Neptunus, yang kemudian digolongkan sebagai Obyek Sabuk Kuiper atau Trans Neptunian Object. Pluto berada di wilayah Sabuk Kuiper tersebut.
Ukuran Pluto yang begitu kecil ternyata memunculkan pemikiran bahwa Pluto bukanlah sebuah planet.Bahkan dulunya Pluto diduga sebagai satelit Neptunus yang terlempar ke luar Tata Surya. Lalu apa yang menjadi penyebab gangguan orbit dua planet di atas.Para astronom belum bisa menjelaskan.

Penemuan lain
Setelah menemukan Pluto,Tombaugh terus melakukan pengamatan selama 13 tahun. Tidak ada planet lagi yang ditemukan.namun ia menemukan 6 buah kluster bintang,dua buah komet, ratusan asteroid,berpuluh-puluh kluster galaksi dan sebuah superkluster.
Selama rentang waktu itu pula, ia melanjutkan kuliah di Universitas Kansas.Meraih gelar sarjana tahun 1936 dan master tahun 1939 dalam bidang astronomi. Juga menikah dengan Patricia Edson di tahun 1934.
Kemudian mengajar di Arizona State College (berubah nama menjadi Northern Arizona University) dan University of California di Los Angeles.Kemudian pindah ke New Mexico di 1946 untuk terlibat didalam pengembangan roket V-2 (yang kemudian hari dipergunakan dalam misi Apollo ke Bulan). Di sinilah ia mendesain sejumlah instrumen optik seperti super kamera yang dinamai IGOR (Intercept Ground Optical Recorder). Pada 1955 ia keluar dan menjadi guru besar astronomi di New Mexico State University hingga pensiun pada 1973.
Meskipun usianya beranjak kian tua, Tombaugh tidak berhenti dalam kegiatan riset dan pendidikan. Ia dikenal sebagai sosok yang amat antusias,hangat dan memiliki selera humor tinggi.
Di akhir masa hidupnya,ia masih meneliti mengenai gerak rotasi planet Merkurius dan Bintik Merah Besar Planet Yupiter serta mengembangkan teknik fotografi pada satelit buatan untuk menyurvei permukaan Bumi.

Label: ,

Christiaan Huygens 1629 - 1695:“ Si Penemu Titan”

Dibandingkan nama Newton dan Galileo, nama Christiaan Huygens terdengar masih asing bagi telinga kita. Padahal astronom asal negeri kincir angin ini merupakan ilmuwan yang memberi sumbangan besar dalam khasanah ilmu astronomi, matematika, fisika, dan optika. Bahkan disebut-sebut sebagai pakar mekanika terbesar di abad 17 karena mampu menggabungkan pendekatan matematika Galileo dan pandangan Descartes dalam merumuskan fenomena alam. Huygens merupakan eksperimentalis sejati, yang mana hidupnya dihabiskan di laboratorium.

Nama Christiaan Huygens kembali melambung dan perlu kita ingat ketika ditorehkan sebagai nama wahana antariksa yang diterjunkan ke Titan , satelit terbesar Saturnus dan terbesar kedua di Tata Surya setelah Ganymede, Satelit Yupiter. Sekaligus merupakan satelit beratmosfer paling tebal yaitu 300 km.

Dimasa hidupnya, Huygens banyak bergaul dengan ilmuwan besar di Eropa, seperti Newton, Leibniz, Robert Hooke, Edmund Halley, Descartes dan lainnya. Dikarenakan semasa hidupnya, Huygens sering berkunjung ke Royal Society di Inggris, Academic Royale des Sciences di Perancis, juga di Denmark.
Huygens lahir pada 14 April 1629 di Hague, Netherlands dari keluarga terpandang. Ayahnya, Constantin Huygens sarjana fisika dan seorang diplomat dan berharap anaknya menjadi ilmuwan hebat. Karenanya, ia meminta Mersenne dan Descartes, dua ilmuwan terkenal masa itu, untuk memberi privat pada Huygens.
Belajar geometri, mekanika dan kemampuan dalam memainkan alat musik di rumah hingga berusia 16 tahun,. Gurunya yang amat berpengaruh adalah Descartes yang berhasil memompa minatnya dalam bidang matematika.
Christiaan Huygens belajar hukum dan matematika di Unversitas Leiden dari 1645 hingga 1647. Van Schooten mengajarinya matematika. Lalu, dari tahun 1647 hingga 1649, Huygens belajar hukum dan matematika. Beruntung, ia belajar matematika pada John Pell. Lalu, berkorespondensi dengan Marsene
Tahun 1649, Huygens pergi ke Denmark sebagai diplomat dan berharap melanjutkan ke Stockholm untuk menjumpai Descartes. Sayangnya, cuaca tidak mendukung.
Karya ilmiah Huygens pertama kali diterbitakan tahun 1651 yaitu Cyclometriae membahas tentang lingkaran. Lalu, tahun 1654 yaitu De Circuli Magnitudine Inventa membahas berbagai macam hal persoalan ilmiah.
Ia juga menaruh minat pada pembuatan lensa dan teleskop. Tahun 1654, ia menemukan metode baru pembuatan lensa. Setahun kemudian, ia berhasil mengamati satelit Saturnus yaitu Titan. Lensa yang dikembangnyapun, kemudian hari dipakai pula untuk mengamati planet, satelit, dan nebula Orion. Tahun itu pula ia pergi ke Paris dan menemui Boulliau . Disarankan olehnya, untuk belajar tentang probabilitas pada Pascal dan Fermat. Kembali ke Belanda, Huygens menghasilkan karyanya mengenai kalkulus probabilitas yaitu De Ratiociniis in Ludo Aleae.
Selanjutnya, ia menemukan cincin Saturnus, namun berbeda dengan teori tentang cincin Saturnus yang diajukan oleh Roberval dan Boulliau. Oleh Galileo beberapa tahun sebelumnya, cincin Saturnus itu masih dianggap sebagai bagian dari Saturnus.
Di tahun 1659, Huygens menerbitkan karyanya Systema Saturnium yang menjelaskan tahap dan perubahan fase cincin Saturnus. Pengamatan oleh ilmuwan lain yaitu Fabri pada tahun 1665, ternyata membenarkan teori Huygens.
Tahun 1656, ia mematenkan pendulum arloji penemuannya, yang mampu meningkatkan keakuratan pengukuran waktu. Teori mengenai gerak pendulum diungkapkannya dalam Horologium Oscillatorium sive de motu pendulorum (1673). Juga menemukan hukum gaya sentrifugal dari gerak lingkaran uniform.
Tahun 1661, Huygens pergi ke London, untuk mengetahui lebih banyak Lembaga Royal Society yang mengadakan pertemuan di Gresham College. Ia menaruh perhatian yang amat besar pada ilmuwan-ilmuwan Inggris itu, dan terus melakukan kontak setelahnya. Ia menunjukkan teleskopnya, dan para ilmuwan Inggris mempergunakan teleskop itu. Raja dan Ratu Inggris memakai teleskop itu untuk mengamati Bulan dan Saturnus.
Selama di London, Huygens melihat pompa hampa udara penemuan Boyle, dan menggunakannya. Di tahun 1663, Huygens menjadi anggota Royal Society, lembaga ilmiah yang amat prestisius. Di tahun ini, Huygens mematenkan rancangan arloji pendulumnya.
Percobaan Huygens tentang tumbukan benda elastik memperlihatkan kesalahan hukum Descartes tentang tumbukan. Tema ini diangkat dalam pertemuan Royal Society pada 1668. Royal Society mengajukan pertanyaan mengenai tumbukan dan dijawab oleh Huygens melalui percobaan bahwa momentum dua buah benda sebelum tumbukan sama dengan momentum keduanya setelah tumbukan. Kemudian popular dinamakan Hukum Kekekalan Momentum.
Gerak melingkar menjadi tema penelitian Huygens waktu itu, namun ia juga memikirkan mengenai teori gravitasi Descartes yang berpijak pada materi-materi berputar (yang disebutnya vorteks).. Ada yang salah di teori Descartes. Di tahun 1669, huygens mengunjungi Académie membahas masalah ini. Setelah itu, Roberval dan Mariotte mengoreksi pandangan Descartes.
Akibat sering bolak-balik paris-Belanda, Huygens jatuh sakit pada 1670. Sebelum meningalkan paris, ia berjanji untuk tidak mempublikasikan penelitiannya emngenai mekanika sebelum dikirimkan ke Royal Society.
Tahun 1671, Huygens balik lagi ke Paris. Namun, di tahun 1672, Raja Louis XIV menyerbu Belanda, Huygens melihat posisinya sulit, dan menjadi hal yang amat penting baginya berada di Paris. Ilmuwan perancis sangat mendukung penelitiannya.
Tahun 1672 Huygens bertemu dengan Leibniz di Paris. Setelah itu Leibniz secara rutin berkunjung ke Académie. Leibniz berhutang budi pada Huygens, karena pada Hygenslah ia belajar matematika. Di tahun yang sama, Huyens belajar mengenai prinsip kerja teleskop Newton dan cahaya. Ia mencoba mengkritisi teori Newton tentang cahaya terutama tentang warna.
Menurutnya, cahaya merupakan serangkaian getaran gelombang yang tak teratur, bergerak dengan kecepatan tertentu dalam medium eter. Juga, menurutnya, titik-titik di muka gelombang dari gelombang yang merambat dapat dianggap sebagai pusat gelombang baru. Pendapat ini dikenal sebagai Prinsip Huygens yang mampu menurunkan rumus pada hokum pemantulan dan pembiasan. Karya kerja itu dituliskan dalam Horologium Oscillatorium sive de motu pendulorum (1673) memperlihatkan bahwa pengaruh Huygens telah melampui Descartes, gurunya.
Horologium Oscillatorium berisi prinsip kerja pendulum. Huygens membuktikan bahwa hanya ayunan bandul yang bergerak dalam suatu busur sikloid saja yang berayun stabil. Juga dirumuskan hubungan antara panjang dan waktu ayun (periode) sebuah ayunan/bandul. Hasil perhitungannya memperlihatkan besar gaya sentrifugal dan percepatan jatuh bebas. Juga, telah diselesaikan persoalan pendulum campuran.
Huygens menderskripsikan surutnya benda dalam ruang vakum, dalam gerak vertikal atau membentuk kurva yang lonjong. Didefinisikan “Evolusi” dan “Involusi” kurva, setelah diberikan parameter penting, telah ditemukan perubahan bentuk lingkaran dan parabola. Untuk pertama kalinya, Huygens melakukan penelitian mengenai gerak benda yang lebih besar dari partikel.
Masa-masa akhir hidupnya, Huygens meneliti mengenai kehidupan di luar Bumi. Ia termasuk pelopor dalam bidang ini. Pemikirannya tentang hal itu dituliskan dalam Cosmotheoros (1698) yang dipublikasikan setelah ia meninggal. Ia juga melanjutkan pekerjaannya dalam bidang lensa dan gerak ayun pendulum dan menemukan jam pendulum baru. Dalam bidang musik, Huygens membuat tradisi dengan menciptakan 31 nada di abad itu. Karyanya dimuat dalam Lettre touchant le cycle harmonique. Christiaan Huygens meninggal pada 8 Juli 1695 di kota kelahirannya.

Meskipun Huygens seorang ilmuwan terkemuka di Eropa, namun nama Newton berhasil menenggelamkan nama Huygens ketika karyanya yang monumental diterbitkan yaitu Principia.

Kini saatnya kita mengenang Huygens ketika namanya melambung di wahana antariksa yang diterjunkan di tempat yang tercatat sebagai lokasi terjauh penerjunan satelit buatan manusia, yaitu Titan, satelit Saturnus yang ditemukannya.

Label: ,

CAROLYN C. PORCO ,Mengungkap Keindahan Cincin Planet

Seratus juta tahun lagi cincin Saturnus akan hilang akibat serbuan meteor atau masuk ke dalam Saturnus. Satu milyar tahun lagi, Triton (satelit Neptunus) bersama satelit lainnya bergerak menuju planet induk dan hancur. Kehancuran satelit-satelit ini diikuti dengan pembentukan sebuah cincin yang jauh lebih tebal dari sekarang, dan mirip cincin Saturnus, yang mengelilingi Neptunus.
Begitulah nasib cincin planet gas seperti diramalkan Carolyn C. Porco, astronom terkemuka yang meneliti mengenai cincin planet.
Carolyn C. Porco ( CC Porco) sedikit dari wanita yang menggeluti astronomi sebagai bidang profesinya. Dan beruntung bahwa CC Porco hingga sekarang termasuk yang banyak dikenal oleh khalayak luas.
Fokus kajiannya pada sistem cincin planet. Termasuk dalam bidang ini adalah mempelajari interaksi antara materi cincin dengan satelit alam. Sebagai contoh interaksi antara satelit gembala Uranus yaitu Cordelia dan Ophelia dengan cincin epsilon dan delta. Lalu, interaksi satelit Netunus yaitu Galatea dengan cincin Neptunus.
Salah satu temuannya yang penting adalah memahami perilaku cincin Saturnus dikaitkan dengan medan magnetik Saturnus. Ia juga mengajukan teori kemungkinan berlakunya osilasi akustik untuk diterapkan di dalam pembentukan cincin. Teori ini kemudian diujicoba melalui pengamatan Cassini.
Di samping bahwa ia termasuk pioneer dalam bidang yang digeluti yaitu masalah cincin planet, CC Porco juga aktif berhubungan dengan media massa. Oleh harian Sunday London Times (akhir 1999) ia terpilih sebagai satu dari 18 ilmuwan terdepan abad 21.
Profilnya juga dimuat di Boston Globe Oktober 1989, New York Times Agustus 1999, Tucson Citizen pada 2001 dan Newsday Juni 2004.
Selain mengisi acara wawancara di radio dan televisi seperti CBS, A&E dan Discovery Channel, CC Porco juga aktif menulis secara popular bidang porfesinya di London Sunday Times, the Guardian, Astronomy Magazine dan Arizona Daily Star.
Meraih gelar Ph.D tahun 1983 di California Institute of Technology dengan disertasi mengenai penemuan Voyager atas cincin Saturnus. Di tahun itu pula ia bergabung di Department of Planetary Sciences pada University of Arizona dan terlibat sebagai anggota yang memvisualisasikan data yang dikirimkan Voyager (Voyager Imaging). Juga terlibat saat Voyager melintas Uranus (1986) dan Neptunus (1989). Dan kemudian memimpin kelompok peneliti itu.
Pada November 1990, CC Porco terpilih untuk mengetuai Imaging Team pada misi Cassini ke Saturnus. Dan menjadi anggota untuk misi New Horizon yang diluncurkan tahun 2006 dengan target Pluto dan Obyek Kuiper Belt.
Disamping melakukan riset termaju di bidangnya, CC Porco juga mengajar mahasiswa sarjana ataupun paska sarjana di Department of Planetary Sciences di University of Arizona dan University of Colorado , Boulder. Ia dikenal sebagai dosen yang mampu mengajar dengan sangat baik,menggugah dan inspiratif.
Untuk terus bisa mengomunikasikan hasil pengamatan Cassini, Porco membuat dan menjadi editor webiste CICLOPS (lihat : ciclops.org). Karena hal ini telah menjadi semacam komitmen untuk tidak menciptakan jarak antara hasil penelitian ilmiah (yang biasanya elitis) dengan masyarakat. Terlebih bahwa ia pernah menjadi anggota Public Communication of NASA's Science" di tahun 1994 dimana Carl Sagan sebagai ketuanya. Sebagai penghargaan atas dedikasinya di astronomi terutama dalam kajian cincin planet dan ekspedisi wahana antariksa di planet luar, sebuah asteroid diberi nama sesuasi dengan namanya yaitu Asteroid (7231) Porco.

Label:

27 Juni 2008

Sistem Optika Adaptif

Pengamatan astronomi dengan menggunakan teleskop optik landas Bumi memiliki kelemahan yaitu cahaya dari benda di antariksa mengalami gangguan akibat atmosfer yang terus bergerak (turbulensi) dalam perjalanannya menuju permukaan Bumi.

Bintang di malam hari tampak berkelap-kelip karena gelombang cahaya yang tiba di mata tidak teratur. Demikian halnya, cahaya yang tiba di permukaan teleskop akan menghasilkan citra kurang tajam. Terlebih untuk obyek yang amat redup.

Untuk mengurangi turbulensi atmosfer banyak teleskop dibangun di tempat tinggi. Namun, tetap saja, setinggi apapun teleskop berada di muka Bumi, akan selalu berada dalam lapisan atmosfer.

Nah bagaimana caranya untuk mengurangi atau bahkan meniadakan pengaruh atmosfer bagi perjalanan cahaya hingga tiba di permukaan teleskop ? Untuk itu dikembangkan teknologi Sistem Optika Adaptif (adaptive optics). Teknologi ini semula dipergunakan di Departemen Pertahanan Amerika Serikat dalam proyek perang bintang (star war) dan satelit mata-mata di era 1980-an. Kemudian diadaptasi untuk keperluan penelitian ilmiah.


Perlengkapan

Sebuah teleskop optik berteknologi Optika Adaptif dilengkapi dengan perlengkapan tambahan berupa :

- Pemancar laser monokromatis untuk menciptakan bintang semu / bintang buatan di lapisan atas atmosfer Bumi,
- Cermin karet (rubber mirror) yaitu cermin berpermukaan lentur (bisa berubah bentuk) karena merupakan kumpulan cermin-cermin kecil yang bisa bergerak naik-turun. Pergerakan cermin karet disebabkan oleh pergerakan halus aktuator (semacam per) dalam orde mikron (1/.1000 cm) dalam waktu sangat singkat ( orde 1/1.000 detik) yang diletakkan dibawahnya.
- Komputer berkecepatan tinggi untuk menggerakkan aktuator sehingga bisa mengubah bentuk cermin karet
- Cermin setengah tembus berguna untuk sebagian memantulkan cahaya dan sebagian meneruskan cahaya yang mengenainya
- Sensor muka gelombang berguna untuk memecah cahaya menjadi beberapa berkas dari cahaya yang menimpanya. Cahaya yang menimpa sensor ini sudah berkurang setengah intensitasnya karena setengahnya lagi menimpa
- Detektor optik

Prinsip Kerja

Pertama-tama harus ada sumber cahaya terang yang bisa dijadikan rujukan untuk mengukur besarnya turbulensi atmosfer. Contohnya bintang terang. Namun keberadaan bintang terang ini hanya di beberapa lokasi tertentu,tidak menjangkau seluruh bola langit. Akibatnya pengamtan akan dibatasi lokasi obyek dan waktu. Karenanya diciptakan bintang semu / buatan yang berasal dari pancaran sinar laser di arah obyek yang akan diamati.

Pancaran sinar laser itu akan mengeksitasikan atom sodium di lapisan atas atmosfer. Akan tercipta “titik kecil”, yang lebih panas dari sekitarnya. Titik kecil itulah "bintang buatan”.

Cahaya masuk ke dalam teleskop dan menuju ke cermin karet, lalu dipantulkan ke cermin setengah tembus. Melalui cermin setengah tembus, setengah intensitas cahaya dipantulkan ke detektor dan setengahnya lagi diteruskan ke sensor muka gelombang untuk dipecah menjadi beberapa berkas. Bila turbulensi atmosfer besar akan terjadi interferensi.

Besar kecilnya interferensi di sensor muka gelombang diteruskan ke komputer, yang secara otomatis mengoreksi bentuk cermin karet. Perubahan bentuk cermin karet mengakibatkan besar interferensi yang diterima sensor muka gelombang kian berkurang. Demikian seterusnya melalui umpan balik itu interferensi menjadi minimal.

Karena kondisi atmosfer senantiasa berubah, maka kinerja komputer harus sangat cepat sehingga koreksi terhadap cermin karet berlangsung seketika (real time).

Melalui perkembangan teknologi dimungkinkan kian sempurna kinerja Sistem Optika Adaptif, seperti diameter cermin karet kian besar dengan jumlah aktuator semakin banyak dan pergerakan kian halus dan cepat.

Peristiwa penting yang perlu dicatat dalam pengembangan teknologi Sistem Optika Adaftif adalah keberhasilan European Southern Observatory di Cerro Paranal, Cili.

Pada 28 Januari 2006, sinar laser pada teleskop Yepun berdiameter 8,2 meter menghasilkan bintang buatan berdiameter 50 cm di ketinggian 90 km, untuk pertama kalinya di belahan langit selatan. Melalui teknologi ini diharapkan mencapai ketajaman citra seperti teleskop antariksa Hubble.

Label:

Teleskop Spitzer Mengungkap “Dunia Gelap” Alam Raya

Teleskop Spitzer adalah teleskop antariksa pertama yang diluncurkan dalam lintasan orbit Bumi. Teleskop ini selalu mengekor gerak Bumi mengitari Matahari.

Dicetuskan oleh astronom Lyman Spitzer (26 Juni 1914 - 31 Maret 1997) saat menjabat ketua Departemen Astrofisika Universitas Princeton di usianya ke 33 tahun pada 1946. Teleskop berbiaya 2,2 milyar dollar AS diluncurkan pada 25 Agustus 2003 dengan roket Delta II jam 01.35 waktu setempat dari Cape Canaveral, Florida, AS, setelah penundaan dan mengalami pengembangan selama 2 dekade.

Semula teleskop ini bernama Space Infra Red Telescope Facilities (SIRTF) karena beroperasi di rentang cahaya inframerah dengan panjang gelombang 3-180 mikrometer. Sebagai penghormatan terhadap penggagasnya, nama teleskop diubah menjadi Teleskop Spitzer.

Untuk mendapatkan kemampuan teleskop seperti yang dimaksudkan, teleskop dengan berat 865 kg dan tinggi 4 m lensanya terbuat dari berilium, sebuah material yang amat ringan, yang didinginkan di dalam helium cair sebanyak 360 liter pada temperatur dibawah - 268 derajat C. Mendekati temperatur nol mutlak.

Melalui lensa berdiameter 85 cm dan berat 50 kg itulah para astronom mendeteksi obyek alam semesta yang bertemperatur amat rendah yang tidak teramati melalui cahaya tampak,seperti proses terbentuknya bintang.Dimana sebuah benda yang berada di pusat piringan akresi belum melakukan reaksi fusi nuklir di intinya.

Kemampuan yang menakjubkan inilah yang membawa manusia melihat "kenyataan lain", kosmos yang sedang membentuk yang diselubungi oleh awan gas dan debu raksasa.

Tertunda

Spitzer merupakan sistem peneropongan bintang sistem peneropongan bintang (Great Observatories) ke-empat yang diluncurkan NASA. Sebelumnya telah diluncurkan Teleskop Antariksa Hubble pada 1990; Gamma Ray Observatory, pada 1991 dan Chandra X-Ray Observatory pada 1999. Keempat teleskop tersebut memiliki fungsi berbeda karenanya bekerja pada rentang panjang gelombang berbeda.
Bila mengikuti jadwal semula harusnya Spitzer diluncurkan pada 1990, setelah direncanakan dengan matang pada 1983. Perubahan penting teleskop Spitzer adalah posisi orbitnya di antariksa.
Bila semula akan diletakkan mengitari Bumi, seperti halnya teleskop Hubble, kemudian diubah di orbit Bumi. Artinya teleskop ini berada di orbit heliosentris.Spitzer mengitari Matahari, sebagaimana halnya Bumi.
Menggunakan cahaya Matahari sebagai sumber energinya, semula teleskop ini berjarak 42 juta km dari Bumi dan bertambah 18 juta km tiap tahunnya. Dengan cara ini memberikan keuntungan yaitu selain bisa menghemat sumber tenaga listriknya, Spitzer tidak terganggu oleh panas yang dipantulkan Bumi.
Selain itu, panel surya yang bertugas menangkap radiasi Matahari juga berfungsi melindungi teleskop “supaya tetap dingin “, saat yang sama melindungi arah pandang teleskop yang dioperasikan selalu menjauhi arah Matahari.
Amat Sensitif
Melalui cermin utama berdiameter hampir 1 m yang ekstra sensitif (benda seukuran remote kontrol TV sejauh 40.000 km mampu dideteksi) dan amat dingin, panas serendah apapun di kedalaman antariksa yang merentang dalam panjang gelombang inframerah dideteksi, dipantulkan dan difokuskan menuju cermin sekunder yang lebih kecil yang berhadapan dengan cermin utama.
Selanjutnya dipantulkan lagi melewati lobang di bagian tengan cermin utama menuju tiga instrumen ilmiah yang ditempatkan dibelakang cermin utama. Ketiga instrumen itu adalah Fotometer Pencitraan Multikanal (MIPS), Spektograf inframerah (IRS) dan Kamera Susunan Inframerah (IRAC) akan menganalisa cahaya inframerah dalam berbagai frekuensi (atau panjang gelombangnya). Tangki helium cair diletakkan dibagian bawah ketiga instrumen tersebut.
Dengan kemampuannya seperti di atas, dalam 3 tahun ini, teleskop Spitzer telah memberikan informasi yang berharga mengenai objek-objek alam semesta,terutama proses lahirnya bintang baru yang berada dalam selubung awan gas dan debu.

Layaknya dokter dengan peralatan medis USG untuk melihat dan memantau perkembangan janin di dalam rahim, Spitzer memainkan peran mengungkap keajaiban-keajaiban alam semesta yang tidak kasat mata. “Dunia gelap” dalam pandangan cahaya tampak yang ternyata begitu hingar bingar dalam pandangan Spitzer.

Label:

Para Pemburu “Bumi Lain” di Luar Bumi

Peluncuran berbagai jenis teleskop antariksa dalam perburuan planet di luar Tata Surya akan semakin melengkapi pemahaman manusia mengenai pembentukan sistem bintang dan jenis planet beserta pengiring lainnya.

Berapa jumlah planet di alam semesta ? Atau pertanyaan yang "lebih dekat" adalah berapa jumlah planet di Galaksi Bima Sakti ? Tidak ada yang tahu. Saat ini yang diketahui adalah sebuah bintang memungkinkan memiliki lebih dari satu buah planet. Atau pada sistem bintang ganda (dua sistem bintang) atau majemuk (lebih dari 2 sistem bintang) bisa memiliki planet.

Bisa dipastikan melalui peluncuran berbagai teleskop antariksa di bawah ini, penemuan extrasolar-planets akan lebih deras dari yang telah dilakukan teleskop landas Bumi yang kini telah menemukan lebih dari 208 buah planet dalam kurun 16 tahun, terhitung sejak ditemukannya extrasolar planet pertama kali pada 1995.


Teleskop Eddington

Pada Oktober 2000, usulan proyek teleskop Eddington diloloskan dan dimasukkan dalam program ilmiah Horizons 2000+ dalam misi di bawah naungan Badan Antariksa Eropa (ESA). Selanjutnya ESA mengundang berbagai institusi ilmiah dan individu yang tertarik dan memiliki kompetensi untuk terlibat dalam misi Eddington.

Kontrak pembuatan teleskop ini dipercayakan pada konsorsium Astrium di Perancis.Perusahaan ini dipercaya bukan hanya merancang bentuk optik teleskop sehingga menghasilkan citra yang presisi tetapi juga menentukan jenis material apa yang digunakan dalam pembuatan teleskop.

Sama seperti misi yang diemban teleskop COROT, Eddington melakukan survei pada berbagai bintang dan mengamati planet yang transit di depannya. Instrumennya akan mampu mengamati perubahan cahaya yang sedemikian kecil akibat melintasnya sebuah objek di depan bintang.

Satu kendala penggunakan cermin adalah masalah aberasi sferis yaitu fokus cahaya yang datang ditengah berbeda dengan yang datang di tepi cermin. Untuk mengatasi hal ini, biasanya di depan cermin diletakkan lensa pengoreksi yang berfungsi agar semua cahaya yang datang, baik dari tepi ataupun dari tengah cermin dipantulkan ke titik fokus yang sama. Keberadaan lensa pengoreksi ini akan memberatkan bila digunakan pada teleskop Eddington.

Karenanya digunakan solusi dengan memakai dua buah cermin. Satu cermin utama dan satu cermin yang lebih kecil lagi. Cahaya tiba di cermin utama, dipantulkan ke cermin yang lebih kecil dipantulkan lagi menuju kamera, dimana sebelumnya melewati rangkaian lensa yang lebih kecil untuk mengoreksi aberasi.

Teleskop Eddington direncanakan diluncurkan setelah tahun 2007 dengan target perngamatan 500 ribu bintang.


Teleskop Kepler

Teleskop Kepler merupakan bagian dari misi Discovery yang diloloskan NASA pada Desember 2001. Target utama misi Kepler adalah menemukan planet seukuran Bumi di sekitar bintang yang mirip Matahari di galaksi Bima Sakti.

Dalam misi selama 4 tahun ditargetkan Kepler akan memantau tak kurang dari 100 ribu bintang dan menemukan 500 buah planet seukuran Bumi dan lebih dari 1.000 planet seukuran Yupiter.

Diasumsikan bahwa planet seperti Bumi kita itu akan mengorbit bintang seperti Matahari kita pada jarak antara Bumi dengan asteroid yang biasa dinamakan "Habitable Zone", lokasi yang tidak terlalu dingin dan terlalu panas, dan air kemungkinan dalam kondisi cair bukan beku.

Direncanakan Kepler dengan cerminnya berdiameter 95 cm diluncurkan pada Oktober 2008.


Teleskop Darwin

Sesuai dengan namanya "Darwin" yang identik dengan evolusi bentuk kehidupan, teleskop Darwin yang direncanakan pada 1993 diperuntukkan mencari kehidupan di planet lain di luar Tata Surya. Darwin akan mengamati seribu bintang terdekat dengan Matahari.

Teleskop yang beroperasi di rentang cahaya inframerah ini paling canggih dibandingkan teleskop antariksa lainnya karena bukan hanya sekedar mencari planet seukuran Bumi atau planet bebatuan tetapi juga mengamati kondisi atmosfer planet tersebut.

Informasi mengenai komposisi kimia atmosfer planet akan menghasilkan interpretasi mengenai kondisi seperti apa di balik atmosfer itu.

Sebagai contoh adalah Bumi. Di planet kita ini, aktifitas biologi menghasilkan gas yang mempengaruhi komposisi atmosfer. Tumbuhan menghasilkan oksigen dan binatang menghasilkan karbondioksida dan metana.

Berbagai senyawa gas juga air memiliki ciri khas yang merupakan "sidik jarinya" melalui pemantulan cahaya inframerah dimana Darwin mampu mengamati keberadaan "sidik jari" tersebut.

Kemunculan atau berkurangnya sebuah atau beberapa senyawa gas pada sebuah planet akan diidentifikasi melalui spektrometer Darwin. Perubahan komposisi gas inilah yang menghasilkan interpretasi "ada apa" dibalik atmosfer planet yang mengorbit bintang nun jauh di sana. Apakah ada kehidupan di sana ?

Bisa dikatakan Darwin merupakan teleskop antariksa raksasa, yang disusun melalui 4 hingga lima kali misi wahana antariksa. Tiap wahana antariksa akan membawa teleskop dengan diameter 3 hingga 4 m. Keseluruhan rangkaian cermin Darwin bila disebandingkan dengan teleskop di Bumi setara dengan teleskop berdiameter 100 m.

Keistimewaan Darwin adalah bahwa cara bekerjanya menggunakan metode yang dinamakan "nulling interferometry". Melalui cara ini cahaya bintang induk tempat planet berada direduksi dengan cara diberikan interferensi sehingga tidak lagi menyilaukan dan planet berukuran kecil dapat diamati.

Proyek Darwin menjadi proyek kerja sama antara ESA dengan NASA dimana kemudian Rusia dan Jepang turut terlibat. Direncanakan diluncurkan pada 2013. Dan ditempatkan di titik Lagrange 2 sejarak 1,5 juta km dari Bumi beroposisi dengan Matahari (menjauhi arah Matahari dari satu bentangan garis lurus Matahari- Bumi).

Label: