planet_kita

Suatu Saat di Pojok Alam Semesta...

28 Mei 2008

Persiapan Menggapai Antariksa

Apakah berada di luar Bumi itu menyenangkan ? Bila memperhatikan jumlah orang yang tertarik untuk menjadi astronot,seperti yang terlihat dari seleksi di berbagai negara termasuk di Indonesia dua dasawarsa lalu,maka jawabannya : Ya.

Sudah menjadi kodrat manusia untuk melakukan petualangan dan merasakan sensasi baru. Hasrat untuk berpetualang merambah "dunia lain" menjadi potensi ekonomi menggiurkan dengan munculnya beberapa agen wisata antariksa.

Bayangan betapa indahnya memandang Bumi dan pergerakan rotasinya di kejauhan antariksa, memandang bintang yang jauh lebih banyak bila dilihat dari permukaan Bumi, atau merasakan tubuh tanpa bobot. Menikmati keagungan alam rasanya membuat masalah hidup sehari-hari lepas semua,deh.

Tidak usah tinggi-tinggi di antariksa, berada di puncak gunungpun kita bisa merasakan "kondisi yang bebas". Memandang kejauhan horison. Menikmati alam sekitar. Bau belerang. Dinginnya udara. Dan segala pernak-pernik, seperti gitar yang tak lupa dibawa, membawa suasana menjadi romantis.

Namun ada hal yang tanpa kita sadari yaitu potensi bahaya di kedua lokasi yang menyenangkan itu. Di puncak gunung kita berada dalam lingkungan dengan pasokan udara sedikit dibandingkan di lokasi yang rendah. Tidak adanya sumber air (kecuali kalau kita menampung air hujan).Cuaca yang bisa berubah drastis. Atau daya tahan tubuh kita tiba-tiba drop akibat kekurangan makanan atau kelelahan. Semuanya ini perlu diantisipasi.

Tanpa disadari pula, suksesnya tiba di puncak gunung karena tubuh sudah dikondisikan mengenal lingkungan dengan menaiki rute setapak demi setapak. Ada fase pengondisian sehingga fisik dan mental tidak shock ketika berada di lokasi berbeda dari sebelumnya.

Ternyata untuk bisa menikmati keindahan di puncak gunung ada syarat-syarat yang harus dipenuhi. Begitupun ketika kita berada di antariksa. Bahkan persiapannya jauh lebih rumit dan melelahkan.

Dibalik keagungan sensasi yang dirasakan astronot, beragam bahaya mengintai sejak dari proses peluncuran hingga pendaratan kembali ke Bumi. Perasaan takut (bisa mudah) menyergap ketika mesin pesawat mengalami guncangan ketika bergesekan dengan atmosfer atau ada instrumen yang tidak berkerja seperti yang diharapkan. Kesunyian total menghinggapi ketika berada di antariksa. Cahaya Matahari terlihat lebih terang dan menyilaukan. Karenanya astronot yang tepilih merupakan orang dengan kondisi fisik dan mental yang prima. Begitupun dengan tingkat kecerdasannya.

Sama seperti mencapai puncak gunung, pengondisian astronot dilakukan setahap demi setahap seperti apa yang dilakukan Badan Antariksa Eropa (European Space Agency - ESA) di bawah ini.

Antartika sebagai Ajang Latihan

Masih 30 tahun ke depan ESA mengirimkan astronot ke Mars, namun persiapannya telah dilakukan.Salah satunya dengan mempelajari masalah psikologi, kesehatan, daya tahan dan tingkat ketegangan yang bakal dialami astronot. Caranya, dengan menempatkan sukarelawan di lokasi terpencil dan ganas yaitu di Antartika.

Belum lama ini dua orang Italia dan Perancis tinggal di Stasiun Penelitian Concordia, terletak di dataran tinggi Antartika, selama setahun. Sebuah lokasi yang dalam beberapa hal mirip keadaan di Mars. Mereka akan mengalami 9 bulan musim dingin bertemperatur -79 derajat C. Mengalami kegelapan total selama 4 bulan.Tidak ada kunjungan dan bantuan pertolongan. Pendek kata, lingkungan dengan tingkat resiko tinggi.

Stasiun Penelitian Concordia selesai dibangun pada 2004. Selain digunakan untuk penelitian perilaku calon astronot, juga untuk mengetahui perkembangan mikroba dan sistem daur ulang air yang telah dipakai.

Tujuan dari "percobaan" itu untuk mengetahui permasalahan dan tantangan apa yang bakal dihadapi astronot nantinya. Untuk kemudian dijabarkan dalam bentuk perangkat yang bisa menunjang kehidupan astronot.

Beberapa hal yang perlu diketahui adalah bagaimana tubuh dan fikiran manusia bisa beradaptasi di lingkungan ekstrem, bagaimana (kerjasama) kru memahami dan menghadapi situasi, apa pengaruhnya terhadap emosi,dan sebagainya.

Jenis percobaan lain dilakukan pada Januari-Februari 2005 dimana ESA meminta 24 sukarelawan wanita untuk tidur selama 60 hari dalam posisi kepala lebih rendah 6 derajat dari kaki. Posisi tidur seperti itu sebagai ilustrasi keadaan tanpa bobot di antariksa. Apa pengaruh psikologisnya terhadap wanita. Perlu diketahui bahwa penelitian seperti ini sebelumnya kebanyakan dilakukan untuk kaum pria.

Dampak Psikologis

Pemahaman mengenai dampak psikologis akibat kondisi ekstrem sangat penting karena selama misi berlangsung, astronot harus dalam kondisi emosional yang stabil, beorientasi pada tujuan misi, tetap memiliki kepekaan terhadap rekan kerja, mampu bekerja sama serta masih memilki selera humor. Pendek kata, lingkungan antariksa tidak mengubah astronot menjadi "manusia lain".

Begitu beratnya misi ke antariksa, seorang kosmonot Rusia berkomentar bahwa berada di lingkungan terisolasi dalam jangka waktu lama memungkinan seseorang bisa menjadi pembunuh bagi rekannya.

Bayangkan untuk perjalanan pergi-pulang ke dan dari Mars saja menempuh waktu beberapa tahun. Astronot akan berada ruangan sempit, terisolasi, kondisi tanpa bobot, terpapar berbagai bentuk radiasi, keterbatasan makanan, dan sebagainya.

Berbeda dengan astronot yang tinggal di Stasiun Antariksa Internasional yang mengorbit Bumi. Mereka masih bisa berkomunikasi dengan keluarganya. Bahkan ada juga yang melangsungkan pernikahan. Mendengarkan musik yang disukai. Atau berbagai bentuk hiburan lain yang bisa mengurangi kejenuhan, atau bahkan depresi. Astronot yang dikirim ke lokasi lebih jauh seperti ke Mars mengalami kondisi lebih sulit. Jauhnya jarak mengakibatkan komunikasi dengan Bumi tidak bisa berlangsung seketika (real time).

Karenanya tidak seindah yang dibayangkan, menjadi astronot memiliki persyaratan yang lebih sulit. Berbagai bentuk latihan dalam waktu panjang diberikan bukan hanya fisik, mental ataupun keahlian teknis berkaitan dengan instrumen pesawat dengan panel-panel yang kelewat banyak namun juga kemampuan menyadari resiko terburuk yaitu kematian.

Perjalanan panjang nan berat tersebut tetap harus dilaksanakan. Karena kalau tidak, manusia akan terus terbuai di dalam kungkungan Bumi.

Nah apakah tetap menyenangkan berada di antariksa ?


Keterangan gambar :

Stasiun Concordia di Antartika (gambar dari ESA)

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda