planet_kita

Suatu Saat di Pojok Alam Semesta...

15 Mei 2008

Hidup Tanpa Sinar Matahari di Europa



Matahari berperan sangat penting dalam proses kelangsungan makhluk hidup, terutama yang berada di permukaan Bumi. Ambil contoh, untuk tumbuhan, cahaya matahari dipergunakan sebagai sumber energi untuk melakukan proses fotosintesis guna menghasilkan karbohidrat dan oksigen. Namun, ada makhluk hidup mampu berfotosintesis tanpa bantuan cahaya matahari.

Penemuan J. Thomas Beatty dari University of British Colombia dan dipublikasikan di Proceedings of the National Academy of Sciences belum lama ini menunjukkan ada sejenis mikroba yang hidup di kegelapan pada kedalaman samudera mampu berfotosintesis menggunakan radiasi panas Bumi yang keluar dari celah hidrotermal.

Mikroba ini menggunakan sistem antena khusus yang bekerja layaknya parabola mikroskopik untuk mengumpulkan cahaya yang berasal dari panas Bumi. Seperti diketahui bahwa pengertian cahaya bukan hanya cahaya tampak, tetapi juga cahaya yang tak tampak, mulai dari infra merah hingga ultra ungu, juga sinar X dan gelombang radio.

Ada juga mikroba yang menggunakan sedikit cahaya untuk fotosintesis seperti bakteri hijau pecinta sulfur di pantai Mexico. Namun, penemuan mikroba di dasar samudera di atas lebih ekstrem.

Penemuan itu memunculkan gagasan bahwa banyak kehidupan muncul tanpa harus tergantung dari cahaya matahari, tetapi tergantung pada sumber energi lain untuk bisa melakukan fotosintesis. Jika pemikiran ini berlaku untuk banyak tempat di kedalaman samudera di Bumi, maka demikian halnya dengan tempat-tempat lain di luar Bumi. Dengan catatan harus memiliki samudera.

Tempat yang memiliki analogi seperti itu adalah Europa.


Satelit Es Yupiter

Europa merupakan salah satu satelit alamiah terbesar Yupiter, selain Io, Ganymede, dan Callisto yang berhasil diamati Galileo tahun 1610. Keempat satelit ini dinamakan Satelit Galilean. Selain Io, ketiga satelit lainnya merupakan satelit yang banyak mengandung es, karenanya disebut Satelit Es Yupiter.

Namun, Europa lebih ekstrem lagi dari hanya sekedar mengandung es karena seluruh permukaannya diselubungi es setebal 10 – 100 km, dan dibawahnya terdapat samudera. Nah, di dasar samudera satelit berjari-jari 1.569 km ini terdapat hidrotermal sehingga memungkinkannya memiliki samudera, tidak membeku seperti bagian atasnya meskipun berjarak 800 juta km dari Matahari ( 5 kali jarak Bumi-Matahari). Istimewanya lagi, hasil sementara dari berbagai penelitian menunjukkan bahwa di Europa juga terdapat mikroorganisme.

Temperatur permukaan Europa – 162 C dengan tekanan atmosfer 10-7 bar (seper 10 juta tekanan atmosfer di permukaan Bumi). Bisa dikatakan hampir tidak ada atmosfer di sana.

Kemungkinan

Penelitian pakar geologi keplanetan Brad Dalton dari NASA Ames Research Center dengan membandingkan spektrum cahaya inframerah es di permukaan Europa dengan spektrum inframerah mikroorganisme yang hidup saluran air panas di Yellowstone National Park yaitu sianidium sejenis alga yang berfotosintesis, memperlihatkan kemiripan. Namun alga ini tidaklah tepat diandaikan hidup di Europa karena lingkunganya berbeda.

Penelitian lain dilakukan dan ditemukan jenis mikroba yang cukup realistik mampu hidup di Europa adalah Deinococcus radiodurans , Sulfolobus shibatae dan Escherichia coli.
D. radiodurans mampu hidup di lingkungan yang terkena radiasi ultra-violet dan pancaran ion, ekstrem dingin, hampa dan sangat asam. S. shibatae di lingkungan dengan temperatur 80 C dan sangat asam dengan pH 2. E. coli lingkungan bertemperatur sedang 37 C dan netral pH 7.

Dari ketiganya ini hanya D. radiodurans cukup layak mampu tinggal di permukaan Europa sedangkan S. shibatae tinggal di dasar samudera Europa.Terlebih bahwa S. shibatae mampu hidup di lokasi berlimpah magnesium sulfat dan asam sulfur, yang diduga dalam jumlah besar berada di dasar samudera Europa.


Gambar : Satelit Europa, salah satu dari Satelit Es Jupiter

Label:

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda